Minggu, 26 April 2009

Jalan-Jalan ke Ulee Kareng

TABIAT buruk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) kembali terulang. Mereka akan ke luar negeri, melawat tujuan negara-negara Asean dan Arab Saudi. Andaikan Mendagri menyetujui permohonan mereka, maka dipastikan agenda itu akan terwujud. Kewenangan untuk memutuskannya berada sepenuhnya di tangan pak menteri. Luar biasa.

Darimana asal muasal muncul ide itu sulit diketahui. Apakah disuarakan secara kolektif atau dari seseorang atau sekelompok anggota dewan yang kemudian berkembang menjadi keputusan kolektif parlemen. Rencana agenda perjalanan anggota DPR Aceh itu sendiri diperkirakan menghabiskan dana tidak kurang dari Rp 3,4 milyar (setiap anggota dialokasi Rp 50 juta), yang bersumber dari APBA (Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh) Tahun 2009 . Berarti mereka akan menggunakan dana publik, bukan dana pribadi. Dinamai dana publik karena dana tersebut dikumpulkan pemerintah dari pajak-pajak atau sumber-sumber lain, apakah itu dari penerimaan perusahaan-perusahaan (usaha ekonomi), ataupun pendapatan individu-individu yang dipajaki pemerintah setiap tahunnya.

Kendati dana publik, tidak ada hak rakyat untuk menolak rencana DPR Aceh itu. Kewenangan untuk mengalokasi dan memutuskan anggaran sepenuhnya berada ditangan mereka. Hak rakyat hanya sebatas menyuarakan ketidak-setujuan, atau berteriak-teriak, tidak lebih dari itu. Tidak ada kewenangan rakyat menghentikannya. Buktinya, setiap hendak melawat ke luar negeri, pihak DPR Aceh tidak pernah akan meminta persetujuan dari rakyat, walaupun itu dibiayai dengan dana publik (APBA).

Karenanya, aneh juga jika dana yang digunakan DPR Aceh itu disebut dengan dana publik. Mungkin akan lebih pantas jika dinamai sebagai dana politik karena ianya dapat digunakan semaunya oleh para elit politik, tanpa memedulikan aspirasi publik.

Sudah sangat sering rakyat berkoar-koar meminta agar DPR Aceh mengerti persoalan yang sedang diderita rakyat. Tidak jarang para analis politik (pengamat) mengomentari perilaku buruk para anggota parlemen selama ini. Betapa banyak dan letihnya para pegiat masyarakat (LSM), para mahasiswa, dan komponen lain yang pro-rakyat melakukan kritik dan tekanan, namun sepertinya tidak pernah masuk ke benak para wakil rakyat. Sekuat apapun teriakan rakyat, sehebat apapun komentar analis politik, dan sekeras apa pun kritik dan tekanan dari pihak-pihak lain, toh para anggota yang terhormat itu tetap berlalu bagaikan kafilah, tanpa pernah merasa bersalah.

Beberapa bulan yang lalu, banyak pihak yang menentang agar Tim Pansus (Panitia Khusus) rancangan Qanun Wali Nanggroe tidak berangkat ke luar negeri terkait dengan tugas legislasi. Waktu itu publik menilai lawatan tersebut selain tidak efektif juga memboroskan dana publik. Sayangnya, tentangan publik tidak dihiraukan. Mereka tetap bersikukuh dengan sikap awalnya, menjaring masukan dari pihak-pihak yang dianggap berkompeten demi pengayaan muatan rancangan. Apa yang diperoleh? Tim pulang dengan tangan hampa, tanpa memperoleh apa-apa. Hajatan untuk menemui tokoh GAM, Dr. Tgk. Hasan Tiro tidak berhasil. Akibatnya, output (keluaran) dari lawatan itu tidak sebanding dengan dana yang dihabiskan. Hingga kini tidak pernah ada pertanggung jawaban mereka kepada publik. Yang ada hanya kenangan bahwa mereka pernah menikmati indahnya panorama kota-kota di Eropa.

Harus kita akui, sejauh ini belum terbukti utuhnya kecintaan para anggota parlemen kepada rakyatnya. Sebagian besar mereka masih terkesan menutup mata dan abai terhadap fenomena dan realita yang ada. Mereka tidak mau tahu bahwa masih banyak rakyat yang hidupnya melarat, bergelut dalam cengkeraman kemiskinan, susah mencari nafkah, tidur dibawah tenda-tenda lapuk, atau hidup berhimpit-himpitan di permukiman yang kumuh dengan sanitasi yang begitu buruk. Mereka lupa jika masih banyak dijumpai anak-anak dari keluarga miskin yang kekurangan gizi akibat kemiskinan yang melilit keluarganya.

Lepas dari semuanya, publik sebenarnya sulit menerima sikap para anggota DPR Aceh itu. Publik pasti bertanya-tanya tentang hal-hal yang itu-itu juga. Mengapa dan untuk apa melawat ke luar negeri? Apa yang dicari mereka? Seberapa urgenkah kepentingan dan sumbangannya untuk kebutuhan dan solusi atas masalah pembangunan Aceh saat ini? Bukankah masa jabatan mereka tersisa hanya hitungan bulanan lagi?

Sudah begitu parahkah nurani para anggota DPR Aceh? Tidakkah mereka mengedepankan nurani dalam bersikap dan bertindak? Tidak pekakah dengan penderitaan dan nestapa yang dialami rakyatnya. Bukankah sejatinya mereka harus mengedepankan kepentingan rakyatnya di atas segala-galanya? Kemanakah perasaan cinta dan nilai ketulusan serta semangat pengorbanan mereka di saat-saat akan meninggalkan gedung terhormat itu.

Sebuah cinta, ketulusan, dan pengorbanan yang abadi seharusnya tidak tergerus walau predikat terhormat akan tertanggal sesaat lagi. Ingatlah, jika pun rakyat selama ini menaruh hormat pada Pak Waki bukan dikarenakan kedudukannya yang terhormat, melainkan lebih pada sikap dan tabiat yang melekat padanya. Ada satu-dua anggota dewan yang saya kenal yang tetap dikenal baik perangainya oleh rakyat karena pemihakan dan pengorbanannya selama ini kepada kaum yang lemah. Sebaliknya juga, tidak sedikit yang dibenci rakyat karena mereka hanya pandai bersandiwara, penuh kepura-puraan, putih diucapan tapi hitam dihatinya.

Sebagai wakil rakyat, seharusnya para anggota DPR Aceh tidak hanya asyik dengan jalan dan alur pikirannya sendiri. Hanya pandai meliuk-liuk seperti ular, menebar bisa (racun) bagi mangsanya yang sebenarnya justru tidak bersalah, dan hanya memikirkan yang terbaik dan menguntungkan bagi dirinya. Seharusnya para anggota DPR Aceh memanfaatkan masa yang tersisa ini untuk lebih mendekatkan diri kepada rakyatnya. Inilah sebenarnya momentum yang tepat untuk membaur setelah sekian lama menjauh. Berbaur dengan rakyat, terutama di daerah-daerah pelosok Aceh akan jauh lebih bermakna dibanding melawat ke luar negeri. Datangi dan sambangi rakyat yang masih prihatin hidupnya di wilayah-wilayah pedalaman di pantai barat-selatan, pesisir utara-timur, atau daerah pegunungan tengah-tenggara. Bukankah ini jauh lebih bermakna dan akan dikenang rakyat.

Pahami dan resapilah penderitaan rakyat. Kenali isu-isu kritis yang mungkin belum terungkap ke permukaan sehingga luput dalam pembahasan rancangan program/kegiatan selama ini. Catat semua temuan isu-isu kritis yang ada. Berikan kontribusi terakhir sebagai anggota parlemen dengan merancang program/kegiatan baru yang pro-rakyat untuk diimplimentasi pada tahun depan, atau dalam APBA-Perubahan tahun ini.

Alokasikan saja dana sebesar Rp 3,4 Milyar itu untuk kepentingan program/proyek pembangunan yang bermanfaat untuk rakyat. Dana sebesar itu setidaknya dapat dimanfaatkan untuk membangun 68 unit rumah type 36 untuk kaum dhuafa (andaikan Rp 50 juta/unit), atau membantu biaya sekolah bagi 2.833 orang anak yatim (jika Rp 1,2 juta per orang/tahun), atau membeli sebanyak 262 unit sepeda motor (harga Rp 13 juta/unit) untuk dibagikan kepada para tokoh informal yang berjasa didalam bidang pendidikan, adat, budaya, atau lainnya di gampong-gampong.

Jika pun pilihan-pilihan di atas tidak disukai, pihak DPR Aceh dapat juga mengalokasikannya untuk membeli berton-ton bubuk kupi Ulee Kareeng dan lalu membagi-bagikannya kepada kaum lelaki di seluruh Aceh. Siapa tahu, dengan meminum kupi (kopi) ini kaum lelaki di seluruh Aceh akan kuat menahan kantuk saat bertugas ronda malam menjelang hari pencontrengan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) bulan mendatang. Bukankah itu jauh lebih bermanfaat, dibanding hanya jalan-jalan ke luar negeri!


Sumber : Rustam Effendi

Comments :

1

Halo, nama saya Widya Okta. dari Indonesia, saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman untuk sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman penipuan di sini di internet, namun mereka masih asli sekali di antara perusahaan pinjaman palsu.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya punya korban jatuhnya penipuan oleh beberapa perusahaan pinjaman online, karena saya membutuhkan pinjaman perusahaan yang jujur.

Saya hampir menyerah tidak sampai saya mencari sebuah nasihat dari seorang teman saya yang disebut saya pemberi pinjaman sangat handal Sandra Ovia Badan Kredit yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar USD 900 juta (Sembilan ratus juta INDONESIAH) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga rendah dari 2%. Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa rekening bank saya dan menemukan bahwa nomor saya diterapkan langsung ditransfer ke rekening bank saya tanpa penundaan atau kekecewaan., Karena saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres .

Yakinlah dan yakin bahwa ini adalah asli karena saya memiliki semua bukti pengolahan pinjaman ini termasuk kartu id, Pinjaman dokumen perjanjian dan semua karya kertas. Saya percaya Ibu Sandra Ovia sepenuh hati karena dia telah benar-benar membantu kehidupan saya. Anda sangat beruntung memiliki kesempatan untuk membaca kesaksian ini hari ini. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan hubungi perusahaan melalui email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)
Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya di (widyaokta750@gmail.com) jika Anda merasa sulit atau ingin prosedur untuk memperoleh pinjaman

Sekarang, semua yang saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi cicilan pinjaman bulanan yang saya kirim langsung ke rekening bulanan perusahaan seperti yang diarahkan.

Widya Okta mengatakan...
on 

Posting Komentar